29 Feb 2016 ; 05.00 @Ponpes Miftahul jannah bersama Ustadz Didik
KETAHANAN KELUARGA
Karena waktu yang terbatas kita otw dari asrama jam 04.00 kayak maen trek-trekan dikala manusia lain terlelap. Langsung saja ke materi karena harus selesai jam 06.00 dan berangkat kuliah
Ada empat fase dalam kehidupan
Fase pertama, umur 0-20 digunakan untuk mencari ilmu, seharusnya umur segitu kita sudah paham banyak tentang ilmu, paham lho ya.. bukan sekedar tahu isu. Dalam Q.S 17; 36 ilmu yang seminimal kita punya adalah ilmu (1)syar’i yang berkaitan dengan moral-sehingga kita bisa membatasi diri dan tidak terjadi seperti masalah sekarang yaitu LGBT; (2) Profesi berkaitan dengan kreatifitas; (3) beladiri agar kita terhindar dari bahaya kriminalitas, setidak-tidaknya bisa berlari, berenang agar kalau sewaktu-waktu terdapat masalah saat demo atau mengadvokasi perkara kita tidak ditangkap polisi. Kita berbeda sekali ya dengan Rasululloh SAW yang diusia 20 tahun sudah menjadi Ulil albab dalan Q.S 3 : 190-191, menjadi ahli dzikir.
Fase kedua, usia 20-40 tahun digunakan untuk mencari materi, sarana atau bekal dikemudian hari. Dalam Q.S ali-Imran :14.
Ada enam indikator Fidunya hasanah :
1.      Menikah—menyalurkan syahwat dengan cara terhormat.
2.      Bisa reproduksi—menhasilkan keturunan yang shalih.
3.      Menabung—merasakan nikmatnya menikah ketika kita menabung setelah memiliki anak, karena sebuah tantangan untuk menikah dari “0” atau (-) karena perjuangan untuk kesejahteraan tertanam sehingga mendidik anak tidak dimanjakan dengan fasilitas ang mapan. Terbalik dengan logika menikah sekarang yang harus menikah ketika sudah mapan, sehingga anak minta apa saja sudah ada uang dan tinggal menikmati fasilitas, tidak diikutsertakan dalam perjuangan. Kalau memanjakan anak, namanya mendidik anak melalui fasilitas bukan realitas.
4.      Transportasi. Memiliki transportasi untuk jalan kebaikan.
5.      Binatang ternak—mengapa? Karena merupakan aset ekonomi yang dinamis, sehingga bisa diturunkan ke anak. Aset itu tidak mati.
6.      Sawah/lahan, sehingga kita punya bekal untuk tinggal ketika tua, dan bisa bermanfaat misal membangun pondok pesantren.
“SEKARANG SUDAH SAATNYA UNTUK MEMIKIRKAN UMAT, BUKAN LAGI MEMIKIRKAN DIRI SENDIRI.”
Fase Ketiga, usia 40-60 tahununtuk mengamalkan apa yang telah didapat pada fase sebelumnya. Orientasinya sudah bukan lagi penghidupan, akan tetapi kehidupan, dulu berpikir kuantitas sekarang berpikir kualitas. Kalau sudah dewasa tinggal syukur nikmat. Sembari berikhtiar ditambah dengan rasa syukur. Manusia sering melihat lahan orang lebih hijau dibanding dengan lahannya. Setiap kita melihat kelebihan orang, sering kali kita lupa bersyukur tehadap nikmat apa saja ang telah Alloh SWT berikan. Jangan waktu umur 40tahun itu digunakan untuk mencari uang terus, tapi tidak menikmati hasilnya.
Kalau punya anak, jangan dititipkan ke orang tua/kakek neneknya yaaa..
Akan Dilema antara (1) kalau kita ingin menjadi wanita karir dan menitipkan ke nenek/kakek, nanti pengajarannya tidak sesuai dengan yang kita inginkan; (2) kalau tidak menjadi wanita karir, selama bertahun-tahun sekolah ilmunya gimana dong? Terkadang perlu sedikit untuk melunturkan idealisme kita sebagai seorang wanita karir yang mana tidak dapat dipungkiri bahwa status kita mau tidak mau adalah sebagai ibu rumah tangga, ya memang perempuan sekarang pada kece badai, keren prestasinya tapi kalau prestasi tidak bisa disalurkan kepada anak, mau dapat apa kita ketika kita mati kelak? Punya siapa kita? Teman? Apakah teman selamanya akan ingat kepada kita? Apakah teman yang sudah bahagia dengan kehidupannya masing-masing masih mau mendoakan kita, minimal dari keluarga terdekatlah yang akan mendoakan kita dimanapun kapanpun berdoa.
Anak yang dititipkan ke orang tua :
1.      Dosa kepada Alloh SWT—karena menkhianati amanah yang diberikanNya. Salah satu sifat dari orang munafik.
2.      Dosa kepada orang tua. Karena orang tua kan justru harusnya beristirahat malah melayani yang kamu inginkan.
3.      Dosan kepada diri sendiri. indahnya bersama anak adalah menjadi (a)ibu kandung; (b)ibu persusuan; (c) ibu Guru. Apabila kita sudah memenuhi ketiga kriteria di atas, anak akan tumbuh menjadi pribadi ang kenal kasih sayang. Kalau sudah punya anak awalnya tu seneng tapi senangnya Cuma sebentar, anak semakin besar mulai mencemaskan, iya atau iya? Main kemana-mana dengan berbagai kalangan, semakin lama menjengkelkan jikalau berbeda dan mulai berani megungkap pendapat terlebih kalau sudah punya ideologi lain, kelamaan itu menyakitkan, punya konsekuensi tersendiri jika aanak berprestasi karena jika dia sudah menjadi profesor banyak proyek, mungkin tingkat pengabdian/baktinya keada orang tua kurang. Bisa jadi ketika orang tua sakit, Cuma sms agar cepat sembuh. Orang tua tidak butuh yang demikian.. orang tua butuh kasih sayang coy.. sadarlah, buka hatimu..
Padahal yang diharap dari orang tua adalah jika di dalam berbakti, diluar berprestasi.
4.      Dosa kepada anaknya.
Kalau punya anak, kita terhadap anak itu harus :
(a)   Pinter
(b)   Kendel
(c)    Tegel
(d)   Prigel
(e)   Supel
Dan biasanya kalau anak itu dititipkan ke nenek/kakeknya, si anak justru jadi manja karena kehilangan dua faktor di atas yaitu kendel dan tegel, biasanya nenek/kakek justru memanjakan cucunya, apapun yang diinginkan akan dituruti.
5.      Dosa kepada masyarakat.
Fase keempat, pada tahun ke 44 saatnya bertaubat
Fase kelima, usia 60-70 masa transisi—belajar meninggalkan dunia, berada pada tahapan Harapan Hidup Rata-rata Minimal, sebetulnya jikalau de jure sudah tidak lagi dianggap sebagai warga negara, tetapi secara de facto masih diakui sebagai warga negara. Pada fase ini, sudah tidak butuh dunia dan dunia tidak butuh dia. Yang ditinggalkan ketika meninggal ada 3 prasasti yaitu (1) Sodaqoh Jariyah; (2) Ilmu yang bermanfaat;(3) Anak Sholih yang mendoakan.
Dalam Q.s Ali-Imran 14
Menikah itu ()mempertemukan potensi kebaikan dalam Q.S Nur :26 dan Q.S Al-Baqoroh 121 bahwa laki-laki yang baik akan mendapat perempuan yang baik pula. Agar apa? menghasilkan keturunan yang baik pula.
Dalam sejarah islam terdapat 4 model keluarga :
1.      Keluarga Ibrahim
2.      Keluarga Nabi Nuh dan Luth.
3.      Keluarga Fir’aun. Istrinya lebih mencintai Alloh SWT dibanding suaminya.
4.      Keluarga abu Lahab—yang mana suami istrisaling mendukung dalam berbuat yang buruk.
()Q.S as-shaffat :100 melahirkan keturunan yang baik.
()membangun keluarga aktivis dakwah, dalam Q.S Furqan :74 sehingga muncul tokoh umat.
Konsep keluarga itu ada empat :
1.      Sakinah—stabil dan dinamis.
2.      Mawadah—dalam Q.S ar-rum : 21, -organisasi fujur dan organisasi taqwa.
Dalam kurun 20tahun pertama pernikahan, organisasi fujur yang mana suami bertanggung jawab terhadap perut, mencari nafkah sebaik-baiknya, dan kemapanan ekonomi. Begitu juga dengan istri bertanggung jawab mengantar pada tanggung jawab reproduksi. Konsep ini sehingga suami dikatakan sebagai tulang punggung dan istri sebagai tulang rusuk. Akan tetapi karena adanya dalih kesetaraan, istri sekarang juga ingin menjadi tulang punggung sehingga terkadang tidak bisa sinkron antara suami dan istri. Ada tiga ancaman ketika istri ikut menjadi tulang punggung : 1. Dilema wanita karir atau ibu rumah tangga? Ketika istri menjadi tulang punggung berarti menopang zaman qarun dan firaun yang menginginkan uang dan kekuasaan? Gila dengan material. 2. Menikah dengan usia yang sama. Misal laki-laki menikah dengan usia perempuan yang sama logikanya wanita lebih dewasa dibanding laki-laki dan jarak dewasana sekitar 2 tahun. Jadi kalau nikah sama-sama sekarang berumur 56tahun, maka lelaki usianya masih 54 tahun berarti wanitanya lebih tua dibanding laki-laki, sedangkan laki-laki itu main dengan logika, apabila perempuan sudah tua dan tidak menarik lagi, terdapat kemungkinan-kemungkinan lain yang akan terjadi. 3. Kehadiran anak, bertambah status sehingga laki-laki menjadi suami+Bapak; perempuan menjadi istri+ibu. Padahal jika sudah punya anak biasanya yang lebih dewasa dari perempuan adalah sifat keibuannya, kalau laki-laki lebih condong ke suamiannya, sehingga apabila istri tidak bisa memposisikan dirinya sebagai istri dan ibu, akan timpang dalam menjaga keharmonisan keluarga.
3.      Rahmah—hati dan akal. Laki-laki lebih rasional dan perempuan lebih perasa. Tapi jika keduanya seimbang antara hati dan akal, laki-laki akan menjadi pribadi yang kreatif konstruktif, dan jika perempuan akan menjadi pribadi yang sensitif dalam konteks peka dan kondusif.
4.      Barokah—ziyadatul khair. Bertambah kebaikannya. Ada 6 kebaikan(1) tidak gampang megeluh dan update status di FB; (2) tanda keberkahan; (3) dicukupi apa yang menjadi kebutuhan; (4) dimudahkan urusan; (5) ditutupi aibnya; (6)bberkah untuk ke akhirat.
Terdapat 3 ancaman dalam artian positif, ketika setelah menikah.
1.      Problem internal, karena berasal dari latar belakang masing-masing yang berbeda, laki-laki sukanya “me”, dan perempuan sukanya “di” (?) mau tau?
Ada 6 tahap menuju sakinah :
a.      Bulan madu
b.      Deklarasi keaslian
c.       Saling bertahan dan paham kebutuhan
d.      Transaksi saling berkorban
e.      Memperbaiki diri
2.      Problem eksternal—menghadapi masalah hubungan antar generasi.
Ada tujuh prinsip yang ditegakkan bersama pasangan.
1.      Berjihad mengawal visi, misi dan orietasi kehidupan. tetaapkan tujuan hidup, yaitu syurga, tetapkan jalan hidup dalam islam, dan tetapkan pedoman hidup yaitu al-Quran dan hadist.
2.      Perkaya referensi diskusi
3.      Berdaulat, berdikari, hati-hati dengan superpower yang suka intervensi.
4.      Pandai menjalin komunikasi denga pasangan.
5.      Transaksi yang baik
6.      Pandai toleransi

7.      Qanaah. 

Komentar